Akan menjadi hal yang rancu dan sangat keliru apabila bentuk pengayoman, pelayanan, dan perlindungan yang salah satunya berupa penanganan kasus pandemi tersebut dilimpahtugaskan dan dibebankan ke setiap ketua kekeluargaan daerah pelajar dan mahasiswa Indonesia Mesir. Karena implementasi konsep hukum tersebut mengandung hak hak warga negara yang mana norma di dalam Pasal 28 B ayat 2 UUD 1945 ialah memberikan hak atas keberlangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta perlindungan. Bahkan norma di dalam pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 menyatakan salah satunya adalah hak atas pelayanan kesehatan.
Sehingga, patut kiranya diduga bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia Mesir masih melihat dan menganggap kompleksitas permasalahan yang timbul di dalam ruang lingkup pelajar dan mahasiswa Indonesia Mesir bukan sebagai sebuah preferensi, melainkan sebuah problematika yang sepele, dan atau bahkan ‘cari aman‘, terlepas dari bentuk penanganan berupa pembagian sembako oleh Kedutaan Besar republik Indonesia Mesir (yang walaupun tidak semua pelajar dan mahasiswa Indonesia Mesir mendapatkannya) ataupun pembagian obat – obatan yang juga sangat terbatas.
Karena di sisi lain, pelajar dan mahasiswa Indonesia Mesir belum mendapatkan titik terang dan atau kejelasan diantaranya mengenai ; dana bantuan sosial, alat pelindung diri yang akan diproyeksikan untuk setiap kekeluargaan pelajar, dan tempat isolasi bagi warga negara Indonesia yang dinyatakan positif. Padahal, Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia Mesir saat itu berniat untuk langsung mengambil langkah preventif, namun mendapatkan penolakan pada saat audiensi pertama oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia Mesir.
Hal ini lagi – lagi merupakan salah satu refleksi dari bentuk kelalaian Kedutaan Besar republik Indonesia Mesir dalam menjalankan kewajibannya yang berhubungan dengan norma dari pasal 21 Undang-Undang 37 Tahun 1999 dengan klausul “dalam hal warga indonesia terancam bahaya nyata, perwakilan republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara “
Dalam pasal penjelas yang dimaksud dengan “bahaya nyata“ adalah dapat berupa antara lain bencana alam, invasi, perang saudara, terorisme maupun bencana yang sedemikian rupa sehingga dapat dikategorikan sebagai ancaman terhadap kemaslahatan umum.
Harapnya semoga refleksi dan/atau tamparan kritikan ini dapat diterima sebagai masukan dan diimplementasikan dalam sebuah tindakan dan kebijakan, semoga sesiapapun dapat menerima corak berfikir manusia yang pada dasarnya berbeda.
hmmm bagus bung, dobrak terus hahaha
This comment has been removed by the author.
Buat juga refleksi masisir saat pandemi; sejauh mana mereka bersifat preventif dan mematuhi peraturan pemerintah terkait adanya pandemi.
Biar berimbang,
Solusi yang bagus, semoga tidak berputar2 dan jalan ditempat.
KBRI Cairo sudah menjawab isu dan permasalahan di atas secara jelas terkait penanganan COVID-19 di Mesir. Mungkin penulis belum sempat baca. Silakan dibaca via link berikut ini: kemlu.go.id/cairo/id/news/7668/kbri-cairo-menjawab-isu-isu-yang-berkembang-di-kalangan-mahasiswa-dan-pelajar-indonesia-di-mesir-mengenai-penanganan-covid-19
Maaf pak, bukan sekali dua kali kami mahasiswa berurusan dengan KBRI. Barangkali bapak yang harus baca, karna fakta dilapangannya berbeda.
Jadi baca lagi, baca terus, sampai bapak bisa merealisasikan janji dari tulisan bapak di link diatas.
Panjang umur perjuangan
Kala KBRI membuat siaran lewat web kemenlu menggunakan dalil naqli, sedang PPMI yang mayoritas Azhary menggunakan Undang-Undang. Jadi yang diplomat yang mana?
Lanjutkan PPMI, mahasiswa harus kritis dan aktif demi pembangunan dan kemaslahatan bersama!