Senin (22/6) KH. Hasyim Muzadi memberikan pencerahan dalam dialog kebangsaan yang bertema “Meneguhkan Indonesia sebagai Kiblat Peradaban Islam”, di Wisma Nusantara Kairo, Rabeah Adaweya. Acara tersebut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Kairo Nurfaizi Suwandi beserta staff, Presiden PPMI beserta kabinet, serta lebih dari seratus mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang sedang belajar di Mesir.
KH. Hasyim Muzadi menjelaskan Rasulullah sudah mengetahui bahwa bentuk negara akan sangat beragam, dan Islam harus bisa masuk ke dalam keragaman itu. “Itulah mengapa Rasulullah tidak menyebutkan Daulah Islamiyah, tapi Perjanjian Madinah, karena bentuk negara ke depannya akan sangat bermacam-macam dan Islam harus masuk ke dalam semuanya”, kata beliau dalam dialog yang diselenggarakan atas kerjasama PPMI Mesir dan PCINU Mesir ini.
Mengapa umat Islam di Indonesia bisa bersanding dengan penganut agama lain dalam sistem demokrasi? KH. Hasyim Muzadi menjawab karena Islam yang masuk ke Indonesia adalah Ahlussunnah wal jama’ah, yang diracik oleh guru-guru dan ulama terdahulu untuk melayani kondisi Indonesia. Islam di Indonesia berakidah Asya’irah yang tidak mengkafirkan orang yang berbeda pendapat.
Terkait perbedaan pendapat NU dan Muhammadiyah, beliau mengatakan hal itu adalah wajar. “NU dan Muhammadiyah Iedul Fitrinya sama, cuma tanggalnya yang berbeda. Itu biasa, hanya masalah cabang. Baru kalau sudah masuk ke masalah pokok agama, itu harus didiskusikan secara ilmiyah, bukan ngawuriyah”.
Rasanya mahasiswa Indonesia di Mesir belum cukup menikmati pencerahan dari ulama besar ini, namun karena jadwal beliau yang begitu padat, setelah lawatan ke Jenewa dan Den Haag, dialog yang berlangsung kurang lebih dua jam ini diakhiri dengan pesan beliau:
“Anak-anakku mahasiswa al-Azhar, tantangan Islam ada dua; ekstrimis dan liberalis. Kalian harus bisa menghadapi itu sebab al-Azhar adalah benteng wasatiyah dalam dunia Islam”.
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!