Ppmimesir.or.id, Kairo—Direktur Pusiba Muhammad Arifin, MA. menyatakan dalam SDC yang dilaksanakan oleh PPMI Mesir pada Rabu (07/10/2020) di Wisma Nusantara via daring yang disiarkan langsung melalui kanal youtube PPMI Mesir TV, bahwa ia tidak memiliki wewenang untuk membatasi Camaba al-Azhar dengan alasan tidak pandai bahasa Arab atau yang lainnya, karena Pusiba dibentuk untuk belajar dan memudahkan masuk ke al-Azhar yang bekerja sama dengan Markaz Syaikh Zaid.
“Jangankan cabang yang di Pusiba, yang di pusat Markaz Syaikh Zaid pun, kalau orang modalnya nol belum tau alif, ba, ta, diterima dan masuknya di level paling rendah, kita di sini menyiapkan calon mahasiswa bukan mahasiswa,” ujarnya.
Persoalan tidak adanya pembatasan, dijawab oleh Muhammad Arifin “Pusiba tidak punya wewenang untuk membatasi, orang mau belajar kok dibatasi. Kalaupun umpanya ada pembatasan saya kira itu ranahnya pemerintah, tapi saya tidak mendukung kalau ada upaya pembatasan. Biarlah pembatasan terjadi secara alami seperti tidak naik level, berguguran, tidak lulus, ada masalah ekonomi dengan sendirinya,” ungkapnya.
Direktur Pusiba mengakui dan memaparkan mahalnya biaya pusiba angkatan pertama karena beberapa hal, misalnya perjanjian antara Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Indonesia dengan OIAA Pusat yang harus mendatangkan guru Mesir. Terkait biaya tiket pesawat, sewa rumah, bulanan, dan izin tinggalnya di Indonesia Pusiba yang menanggung.
Selain itu, Pusiba juga harus menyewa asrama karena ia belum memilikinya, meskipun sebenarnya keuangan asrama tidak masuk ke Pusiba dan langsung ke tempat penyewaan yang digunakan tersebut. Adapun angkatan selanjutnya karena ada pademi Covid-19 yang menyebabkan belajar melalui daring, biayanya pun jauh lebih murah.
“Pusiba bukan barang baru, sekadar kelanjutan dari Markaz Syaikh Zaid, hanya beda tempat yang dahulu di Kairo, sekarang ada di Jakarta, apalagi secara online seluruhnya tidak ada yang offline,” pungkasnya.
Kuantitas Masisir yang semakin padat menjadi persoalan yang harus dibicarakan, Direktur Pusiba mengucapkan “Saya setuju bahwa ini memang persoalan bersama, mari kita berbagi peran, Pusiba itu perannya menyiapkan calon mahasiswa, jadi kemampuan apa yang diperlukan calon mahasiswa supaya mengikuti perkuliahan dengan baik di al-Azhar itu tugas Pusiba,” pungkasnya.
Dalam closing statement ia mengajak Masisir yang selesai untuk cepat pulang, jangan melarang untuk datang ke sana “Jumlah penduduk Indonesia ini 200 juta lebih, berbanding Malaysia yang hanya 35 jutaan, tetapi mahasiswa kita tidak lebih banyak dari mahasiswa Malaysia di luar. Maka jangan kaget jika dakwah Islam di Malaysia lebih maju dari kita, karena kita yang harus digarap banyak penggarapnya sedikit. Sekali lagi saya berharap dan mengajak ayo pulang teman-teman yang di sana, dan kami pengurus OIAA yang di Jakarta siap membantu, menampung dan berpikir bersama bagaimana jalan terbaik untuk umat dan bangsa,” tutupnya.
Reporter : Dwi Wijaya
Ok, pusiba tidak berhak melarang orang mau belajar,
Tapi rasanya fungsi markas Syaikh Zayed itu untuk persiapan masuk kuliah bagi yang sudah dinyatakan lulus lewat ujian tahunan kemenag, tapi karena seiring waktu Markaz Syaikh Zayed yang di sadis membludak dan isu masalah pada visa maba yang belajar di Markaz, makanya muncul ide untuk mendirikan cabang Markaz Syaikh Zayed di Indonesia..dan sejak awal bukan diperuntukkan untuk tempat belajar , tapi hanya pilihan ingin mengikuti Markaz di Mesir atau di Indonesia, yang jelas wajib ikut jika lulus ke mesir