Suara PPMI, Kairo- Agenda dialog (3/8) ini diprakarsai oleh Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir setelah meletupnya berita Investasi dana Haji untuk Pembangunan Infrastuktur di Indonesia. Usai dilantiknya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) oleh Presiden RI pada (26/7) kemarin dan keluarnya kebijakan MUI terkait investasi ini, masalah ini ternyata masih menyita perhatian banyak kalangan dan kerap terjadi desas desus dideretan sejumlah cendekiawan, hingga diadakannyalah diskusi ini sebagai forum pengembangan akademisi masisir dalam menelaah setiap permasalahan yang ada, khususnya dalam ranah Syari’ah.
Dalam sambutannya, Pengeran Arsyad, Ketua PPMI Mesir menegaskan bahwa kegiatan pertama bagi kabinet PPMI Mesir kali ini bertujuan agar masisir bisa mengaplikaskan apa-apa yang menjadi tujuan utamanya ke Mesir. “Diskusi seperti ini merupakah hal yang seharusnya diberikan khusus oleh masisir, karena hal-hal yang mendukung dari aspek akademis, menjadi sebuah hal yang utama. Kini saatnya kita mempunyai input yang memperngaruhi serta kemampuan menganaslisa yang tajam.”, buka Pangeran.
Diskusi dan dialog kali ini dihadiri oleh Presiden dan Wapres PPMI Mesir, para tamu undangan, yang meliputi ketua-ketua kekeluargaan, afiliatif, beserta instansi yang ada di Mesir, dengan mengundang sejumlah tokoh masisir ternama untuk mempertajam jalannya dialog ini, yaitu : K.H Tubagus Manshur Siraj, Aang Saeful Milah, Nurman Bakri dan Ali Irkham.
Senada dengan Pangeran, Fakhry Emil Habib, sebagai moderator diskusi kali ini, mengatakan : “Diskusi ini ingin membentuk lingkungan yang kondusif bagi pelajar akademisi, sebagai amanah utama yang kita bawa ke Mesir. Kita harus sering melakukan Mudazakaraah terhadap banyak permasalahan—yang mana bukan adat baru dikalangan ulama muslim terdahulu. Imam Syafi’i, contohnya, yang kerap berdiskusi membahas suatu permasalahan bersama Abu Yusuf, murid Abu Hanifah”.
Membuka pembicaraannya, Aang Saeful Milah, menyatakan bahwa tema diskusi kali ini adalah permasalahan yang sangat sulit jika ingin dibahas, karena setiap kata memiliki konsekuensi hukum tersendiri. “Agenda ini tidak memungkinkan dibahas dalam satu malam. Tapi bagaimanapun, meski MUI sudah memperbolehkan, kita sebagai kaum intlektual dan akademik sangat perlu dan harus untuk membahasnya”, buka kandiat doktor Universitas al-Azhar tersebut.
|
Doc : Pemaparan dari Pak Tubagus Manshur Siraj |
Menindak lanjuti diskusi ini, Tubagus Manshur Siraj, salah satu pakar ekonomi masisir, menjelaskan secara singkat tentang investasi beserta macamnya, dan komponen dana haji yang tertera pada UU No.34 tahun 2014. Menurutnya, investasi yang dilakukan saat ini sebenarnya boleh dan sudah dilakukan oleh negara sejak lama. Namun investasi yang digunakan sebelumnya adalah berupa syuquq (awraq al-maaliyyah) atau investasi tidak langsung (undirect investment). Dalam undirect investment, Kemenag tidak ikut tau dalam pembangunan suatu insfratuktur, melainkan hanya membeli kertas suratnya. Dan sekarang, desas desus yang muncul adalah, bahwasanya Presiden ingin mengganti investasi tersebut berupa investasi secara langsung (direct investment) ; yang nantinya kemenag akan bekerjasama dengan PU dan akan membeli langsung projectnya, jalan tol, misalnya.
“Tapi sebenarnya semuanya ini akan sama saja. Karena kelak, keuntungan yang didapatkan dari sebuah insfratuktur tersebut akan masuk kedalam dana haji kembali”, ujar Tubagus.
Tubagus menghimbau keras pada pihak yang terkait untuk membuat UU turunan dari UU No34 tahun 2014 tersebut. Ini semua untuk memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan investasi secara langsung tadi dan juga dana yang akan diambil dari jamaah haji, seperti persenan yang digunakan dalam pemakaian insfratruktur dari seluruh dana haji, ataupun bagaimana jika adanya tindakan maksiat dari pembangunan insfratuktur tersebut—melihat ini adalah dana jamaah muslim yang akan melaksanakan haji—yang mana ini semua belum diatur jelas dalam UU No.34 tahun 2014, dan membutuhkan UU turunan.
Mengawali pemaparan
nya, Nurman Bakri, kandidat Master Fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Azhar, mengutip sebuah hadis sohih yang menceritakan tiga orang yang terkurung di sebuah Gua. Singkat hadis tersebut, si orang ketiga mengatakan bahwasanya telah menyimpan upah pembantunya, dan telah mengelolanya sehingga banyak kemudian diberikan pada pembantu tersebut. Menurut singkat Nurman, ini adalah sebuah petunjuk diperbolehkannya melakukan sebuah investasi.
“Jika merujuk pada kitab-kitab mu’tamad dalam fikih muamalah, Madzhab Syafi’i khususnya, maka syarat yang tertera dalam sebuah investasi dan kerjasama dalam Islam yakni adanya imbal hasil dari pemodal dan pengusaha dari presentase keuntungan yang didapat bukan modal awal yang diberikan”, ujar Nurman.
Sejak Juli 2012, MUI telah memeberi syarat bahwasanya dalam sebuah investasi harus adanya manfaat yang diberikan, sesuai tinjauan Syariah, dan harus kembali pada nasabah. Menurut Nurman, dalam pembagunan insfratuktur, hendaknya pemerintah mendahulukan bentuk insfratuktur bagi kemaslahatan jamaah haji terlebih dahulu, seperti pengadaan pesawat terbang sebagai sarana yang membantu pemberangkatan, misalnya, barulah melakukan insfratuktur diluar itu. Ia juga menghimbau agar pemerintah memasukkan sejumlah ahli-ahli fiqih atau lulusan-lulusan Tim-Teng dalam tataran BPKH, atau Badan Pengawas.
Dalam makalahnya yang berjudul “Haji Perpisahan dan Investasi Dana Haji”, Nurman berkesimpulan bahwa dana haji boleh diinvestasikan dengan syarat aman, bermanfaat bagi umat, terjamin, dengan prinsip syariah, dan tidak semua dana yang diinvestasikan melainkan harus memiliki patokan beberapa persen dana haji yang diendapkan serta siap pakai untuk penyelenggaraan haji tahunan. Jumlahnya bisa dirumuskan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini pemerintah, BPKH yang sudah dilantik, serta jajaran ulama dan pemegang kewenangan lainnya. (Lihat Selengkapnya : http://www.ppmimesir.com/2017/08/haji-perpisahan-dan-investasi-dana-haji.html?m=1)
Diskusi ini ditutup dengan beberapa sanggahan dari para peserta diskusi dan dilanjutkan dengan doa. Meski sudah dibolehkan oleh pihak MUI, kita sebagai mahasiswa Azhar harus lebih meninjau aspek-aspek yang berkaitan dengan masalahnya. Wapres PPMI sangat berharap dengan adanya forum diskusi ini, masisir bisa terus mengasah kemampuan berdialognya serta mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya usai belajar bersama para guru-guru terbaik di al-Azhar. “Kalau tidak dengan diskusi seperti, kita sangatlah susah untuk menangkap gambaran-gambaran permasalahan yang ada saat ini, beserta penanganannya, karena kelak masyarakat akan bertanya pada kita semua”, tutup Habib. (Bana Fatahillah)
|
Doc : Perfotoan bersama seluruh peserta diskusi |
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!
Dilihat: 3