Doc : Gema Takbir Akbar Vol.X 2017 |
Menyibak Tabir Grand Opening Getar Vol.X
Suara PPMI, Kairo- Pagelaran Gema Takbir Akbar Vol.X 2017 kali ini—selain menampilkan lomba takbir dan beberapa acara—juga menyimpan sebuah pesan untuk seluruh Masisir. Pesan tersebut disampaikan secara tersirat melalui Grand Opening (GO) yang mengangkat tema, “Masisirku Masisirmu”. Dengan narasi yang menggebu-gebu, peserta GO coba menorehkan sebuah gambaran kecil akan realita kehidupan Masisir . “Meski dihiasi dengan berbagai elemen, kami tetaplah satu, Masisir! Inilah warna-warni corak Masisir!”, buka Nizar, sebagai orator dalam GO ini.
GO ini bercerita tentang kehidupan Masisir yang diwarnai banyak kecenderungan ; dari mereka yang senang talaqi, organisator, pekerja di mat’am, traveller dan olahragawan. Namun dengan adanya berbagai kecenderungan ini, masisir seakan dikotak-kotakkan menjadi kelompok yang berbeda lantas menyekat dirinya dengan kelompok lainnya. Walhasil, satu diantaranya saling mencemohkan, menyalahkan dan seakan menggeram dalam dirinya, ‘Masisir itu harusnya seperti saya!’.
Lewat konsep sebuah drama panggung dengan iringan narasi, kecenderungan-kecenderungan diatas cukup menggambarkan kehidupan masisir secara keseluruhan. Dari yang paling pertama, kategori talaqers , hingga mereka yang olahragawan, seakan bercerita dan mendeskripsikan akan warna-warni masisir.
Si pembelajar boleh belajar, karena memang tujuan utama kesini adalah belajar. Namun siapa yang mengetahui kondisi mereka yang sedang bekerja di mat’am dll. Jikalau kelak alumni Mesir akan berdakwah di Tanah Air, apakah itu semua hanya akan tersampaikan lewat mimbar. Lantas, siapa yang akan mengisi kursi-kursi pemerintahan nantinya kalau bukan organisator. Begitupun kecenderungan-kecenderungan lainnya yang tidak bisa dipisahkan dari pribadi seseorang. “Lihatlah, mereka semua adalah masisir sebayamu. Lantas apakah kalian masih bersorak ‘saya adalah masisir’, dan yang lain bukan?”, teriak Dewi, orator kedua GO ini.
Konseptor GO ini, Dzulkifli Abdurrahim, mengatakan bahwa ide ini diprakarsai oleh realita-realita yang ia rasakan di atmosfer masisir belakangan ini, yang juga mungkin sudah dirasakan oleh para senior sebelumnya. Menurutnya, kata ‘masisirku’ diangkat dari satu desas-desus yang menyatakan, “Saya ini masisir. Kegiatan yang saya jalani ini adalah sejatinya masisir.”. Karena banyak masisir yang apabila memiliki sebuah kecenderungan dengan sesuatu, menganggap itu yang paling terbaik, dan menutup kecenderungan orang disampingnya. “Sebenarnya, dengan semua keberagaman yang ada, kita semua sama, masisir!”, ujar Zul.
Dzul mencoba membuat sesuatu yang berbeda dari grand opening, melihat konsep-konsep GO sebelumnya yang tidak membesitkan pesan apapun. “Karena kebetulan penonton saat ini adalah masisir, maka kita coba hadirkan miniatur kehidupan mereka, dari fakta dan realita yang terjadi. Semuanya benar. Namun jangan sampai menganggap yang lainnya tidak benar, karena disetiap elemen tersebut punya kebaikan masing-masing. Semoga dengan pagelaran GO ini masisir dapat menarik satu, dua, bahkan tiga pesan yang disampaikan”, tambah Zul
Secara singkat, GO kali ini seakan berpesan kepada segenap warga masirir untuk saling menghargai, menyemangati dan mendukung satu diantara lainnya. Kita semua adalah mahasiswa Mesir yang jauh dari Tanah Air juga sanak saudara. Kalau bukan dukungan dari rekan setanah air, lantas dari siapa lagi diri ini akan bangkit semangat untuk kembali menginjakan bumi pertiwi kelak.
“Lalu, dengan berbagai corak yang ada, pantaskah kita merasa motif kita adalah yang paling benar? Layakah kita berbangga hati dengan langkah diri sendiri? Bukankah perbedaan ini menjadikan tubuh sempurna dengan berbagai atributnya? Rumbun menyelara, namun satu bendera. Malam ini tak dihitung, siapa tak sama. Karena kita datang untuk berbeda!”, sorak kedua narator menutup GO ini.
Rep/Red : Bana Fatahillah
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!