Dr. Najih Ibrahim, seorang penulis dan cendikiawan muslim asal Mesir menuliskan sebuah artikel berjudul al-yaumu ma`a’lindûnîsiyyîn fî kulliyyati’d da’wah (Sehari bersama orang Indonesia di Fakultas Dakwah) di salah satu koran nasioanal Mesir, Alwatan. Kolumnis Mesir ini menceritakan kesan positif yang ia dapatkan dari acara yang diinisiasi oleh PPMI Mesir bekerja sama dengan Fakultas Dakwah Universitas al-Azhar
Dalam tulisannya di harian Alwatan, Najih Ibrahim mengutip pernyataan Presiden PPMI Mesir, Pangeran Arsyad Ihsanulhaq, pada kata sambutan “kami telah meninggalkan ayah, ibu serta tanah air kami untuk datang kepada al-Azhar yang kini menjelma menjadi ayah, ibu dan tanah air kedua bagi kami. Sungguh kami menemukan jati diri kami di Azhar”. Najih juga memuji pembawa acara yang asal Indonesia, Saiful Millah, yang sangat fasih dan tanpa kesalahan merangkai kata-kata berbahasa Arab yang sangat indah pada pembukaan.
Selain Najih Ibrahim, acara ini juga diisi oleh Prof. Jamal faruq, Dekan Fakultas Dakwah Universitas al-Azhar. Jamal faruq mengatakan bahwasanya Najih Ibrahim, benar-benar Najih (orang yang berhasil-red). Disebut orang yang berhasil karena Najih sebelumnya merupakan anggota dari gerakan radikal, kemudian meninggalkannya. Oleh sebab itu, pemahaman yang dimilki oleh Najih dianggap sangat baik karena tidak berkutat hanya pada teori ataupun pengamatan namun juga pengalaman terjun langsung karena ia meruapakan bagian dari mereka.
Dalam pemaparan yang diberikan, Najih banyak menyinggung tindak-tanduk yang dilakukan baik oleh al-Qaedah ataupun ISIS. Diantaranya, ia memaparkan bahwa bahwa Al-Qaedah, ISIS ataupun jemaah takfiriyah lainnya laisa hum abnâun nasshi wa lâ abnâul ashri (mereka bukanlah orang-orang yang paham teks keagaamaan dan mereka juga bukan orang-orang yang paham dengan kondisi serta perkembangan zaman-red). Mereka melakukan tindakan bukan berdasarkan pemahaman yang benar akan Islam.
Melihat fakta dan data yang ada, aksi-aksi yang dilakukan oleh al-Qaeda misalnya, pihak yang menjadi korban ditangan al-Qaeda lebih banyak muslim daripada nonmuslim dengan perbandingan 10:1. Hal ini senada dengan laporan yang dikeluarkan oleh Combating Terrorism Center at West Points pada 2009 yang mendokumentasikan bahwa dari total korban al-Qaeda dalam kurun waktu 2004-2009, hanya 12 persen yang nonmuslim.
Dalam acara yang berlangsung selama dua jam itu, Najih Ibrahim juga memberikan pelurusan fakta terhadap klaim yang dibuat oleh ISIS sebagai Anshâr Baitul Maqdis. Ia bertanya kenapa sampai saat ini mereka belum kunjung sampai ke Baitul Maqdis? Mengapa mereka selalu mengarah ke timur padahal Baitul Maqdis ada di barat mereka? Bagaimana mungkin mereka akan sampai ke Baitul Maqdis jika demikian?
Najih menambahkan bahwa ISIS dalam aksinya membunuh seseorang yang memakai baju tentara, padahal menurutnya bisa jadi tentara itu lebih beriman dari yang membunuhnya. Dan hal ini tidak dikenal dalam Islam, karena Islam datang untuk menghidupkan bukan untuk membunuh.
Najih Ibrahim menyeru kepada penganut paham radikalisme dan para ekstrimis serta jamâ`ah takfîriyyah untuk berhenti bertindak sebagai penjaga pintu neraka dan surga, memasukkan siapa yang dikehendaki dan mengeluarkan siapa yang dihendaki. Ia juga menegaskan bahwa ISIS bukanlah hakim yang memberi hukum bahwa seseorang berimaan atau tidak. Siapa yang bersama pemerintah berarti kafir, siapa yang kontrapemerintah berarti beriman. “Karena kalian tidak akan ditanyakan oleh Allah berapa orang yang telah kau kafirkan atau fasikkan, tapi berapa yang telah kau ajak ke dalam agama. Di Mesir ISIS mengkafirkan polisi, militer, dan juga Azhar, semua dikafirkan. Lalu siapa muslim yang tersisa. Ini bersumber dari ketidakpahaman mereka terhadap agama!” tegas mantan aktivis Jamaah Islamiyah ini.
Najih juga mengungkapkan keheranannya dengan metode yang al-Qaeda tempuh untuk menguasai dunia. Mereka memusuhi dunia seluruhnya, maka mereka hancur karena dunia berkumpul menyerangnya, begitu pula ISIS. Turki yang banyak membantu ISIS diserang oleh ISIS, Amerika, Prancis bahkan Saudi. Sehingga seluruh dunia memusuhi mereka.
Setelah pemaparan, Najih memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dengan dimoderatori langsung oleh Wakil Dekan Fakultas Dakwah, Dr. Mahmud Sowi.
Di akhir acara PPMI Mesir memberikan penghargaan kepada pemenang lomba opini yang diselenggarakan sebelumnya dengan tema yang sama dengan tema diskusi yaitu Radikalisme dan Penanggulangannya. Para pemenang yang berjumlah 7 orang mendapatkan penghargaan langsung dari Najih Ibrahim. Adapun tujuh pemenang lomba opini tersebut adalah :
Juara 1 MS. Yusuf Alamien
Juara 2 Rifky Ramdhani
Juara 3 Daru Fahma
Harapan 1 Saidatul Arnia
Harapan 2 Taufan Fuad Ramadan
Harapan 3 Hamidatul Hasanah
Harapan 4 Achmad Syauqi Hifni
Presiden PPMI Mesir menyatakan bahwa hal ini adalah hal yang sangat positif bagi mahasiswa Indonesia di Mesir. Pertama karena dengan kegiatan ini kita telah menyambut seruan al-Azhar untuk mengajak dan membumikan Islam yang moderat dan memberikan pelurusan terhadap peham radikalisme dan ekstrimesme “Terlebih dengan artikel yang dibuat oleh Dr. Najih Ibrahim ini memberikan pesan yang positif kepada masyarakat Mesir, bahwa bangsa Indonesia berada satu barisan bersama Mesir dalam menghadapi paham-paham radikalisme dan ekstrimisme,” tegas Pangeran.