Kairo, ppmimesir.or.id – Student Dialogue Community (SDC) yang diprakasai oleh Kemenperhub di bawah naungan PPMI Mesir diadakan perdana dengan tajuk ‘Kuantitas Masisir, Berkah Atau Masalah?’ di Auditorium Wisma Nusantara , Sabtu (29/8/ 2020). SDC diadakan guna berdialog secara terbuka untuk mencari solusi dalam problematika Masisir.
Kuantitas Masisir yang bertambah pesat menjadikan permasalahan yang begitu kompleks, sehingga forum diskusi seperti inilah yang ditunggu keberadaannya oleh banyak pihak untuk mengatasinya. SDC menghadirkan enam Panelis untuk menyuarakan persoalan yang telah ditentukan dalam tema. Mereka adalah para Aktivis dan Pejabat Negara di KBRI Mesir.
Drs. H. M. Aji Surya, S.H., M.Si. sebagai Wakil Duta Besar RI di Mesir, Ahmad Saiful Millah, Lc. selaku Pembimbing Rumah Syariah Mesir, Wirdah Fachiroh fahri, Lc., M.A. sebagai Aktivis Pendidikan, Fathul Wadi selaku perwakilan Tim Pengurusan Izin Tinggal Kolektif (Intif), Marini Hajarani perwakilan Gerakan Sehat Masisir (Gesami). H. Zulkifli Syah Chan, Lc. sebagai Aktivis Sosial & Lingkungan.
Keenam Panelis mencurahkan berbagai pandangan dan kritikan yang membangun dalam persoalan ini. Wirdah fachiroh pembicara awal dalam pandangan akademik, mengatakan bahwa kuantitas Masisir berkah atau masalah adalah hal yang relatif, tergantung bagaimana para Stakeholder yang membina mahasiswa/mahasiswi tersebut. Terbukti dengan jumlah kenaikan dan kelulusan yang bertambah. Dan ia menyayangkan kurangnya apresiasi terhadap orang-orang yang mempunyai prestasi dalam akademik khususnya di ranah pelajar ma’had.
Pembimbing Rumah Syariah memaparkan persoalan berkah dan masalah dalam konteks ini. Seperti bertambahnya populasi estapet keilmuan al-Azhar yang membawa misi moderatisme dll. Kemudia ia menawarkan sebuah solusi “Solusinya untuk yang sudah di Mesir adalah senior, bimbingan senior. Untuk yang akan datang, membatasi tapi dengan regulasi yang masuk akal, seperti seleksi akademik yang betul-betul dipastikan,” ujar Saiful Millah.
Dari segi kesehatan turut hadir Aktivis Gesami yang diwakilkan oleh Marini Hanjarani untuk menjawab persoalan kesehatan Masisir menurutnya prasarana di Mesir sudah mencukupi dalam bidang kesehatan, akan tetapi kebanyakan Masisir yang tidak mengetahui prosedural cara berobat yang benar. Kemudian kebanyakan Masisir yang enggan berobat ketika masih gejala ringan, sehingga menunggu sakit parah terlebih dahulu baru berobat. Hal tersebut berindikasi kepada kematian. Kendala enggan berobatnya Masisir ada tiga, takut menggunakan bahasa, takut dengan praktek, takut dengan dosis obat.
Di aspek sosial Bang Zul mengutarakan “Dampak yang muncul akibat masisir ini, tergantung bagaimana kita menyikapinya, menghadapinya, menanganinya. Kalau menanganinya dengan baik, maka bertambahlah berkah itu. Kalau dihadapi dengan kurang baik dan kurang biaksana, itu yang akan jadi masalah,” pungkas Aktivis Sosial dan Lingkungan.
Perwakilan Intif mengingatkan kita sebagai tamu untuk sadar diri, dan tamu sebaiknya mengikuti aturan tuan rumah. Perihal kuantitas yang menggemuk dan munculnya permasalahan yang sedemikian pelik, coba seimbangkan kuantitas dengan kapasitas dan fasilitas, sudah selaraskah? Tidak perlu menyalahkan orang lain untuk menyediakan fasilitas, tetapi kita bisa melihat dan berkaca sendiri untuk itu, sehingga regulasi masalah dapat terselesaikan.
Drs. H.M. Aji Surya, S.H.,M.Si. sebagai Wakil Dubes RI di Mesir mendapat kesempatan berbicara setelah seluruh panelis. “Kesadaran adalah mutiara untuk maju, mari kita sadar kalau kita di rumah orang, kemudian sadar apa yang harus kita lakukan. Masa depan bisa dibangun kalau ada komunikasi, mari kita bangun komunikasi kita berbasiskan husnudzon,” ujar bapak berkepala plontos tersebut.
Repoter: Dwi Wijaya
Bermanfaat postingannya insyaaAllah bisa menjadi pilihan untuk belajar disana