Mengusung tema “Grounding the Qur’an: Towards Transformative Qur’anic Studies”, seminar Internasional Al-Qur’an Internasional digelar pada Sabtu, 15 Februari 2014. Seminar ini dilaksanakan dalam rangka 70 Tahun Prof. Quraish Shihab (MQS) dan 10 Tahun Pusat Studi Qur’an, lembaga studi yang didirikan olehnya. Acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 peserta ini sukses dilaksanakan berkat dukungan lembaga-lembaga ternama di Indonesia, seperti; Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional (IAAI) Indonesia, UIN Jakarta, dan media-media nasional seperti MetroTV, Media Indonesia dan Harian Republika.
Bertempat di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, seminar bertaraf Internasional ini diisi oleh beberapa narasumber dari belahan dunia. Adapun Mereka yang menjadi narasumber pada sesi pertama yaitu Syeikh Saleh bin Muhamed bin Taleb (Imam dan Khatib Masjidil Haram), Prof. Dr. Abu Zaid al-Amir (Dekan Fakultas Dirasat Universitas Al-Azhar), Prof. Dr. Sayed Mofid Hosseini Kaushari ( Direktur Pusat Budaya Islam, Iran), dan TGH. Dr. M. Zainul Majdi, MA (Doktor tafsir lulusan Al-Azhar).
Terkait keragaman narasumber pada sesi pertama, MQS dalam sambutannya mengatakan bahwa dirinya memang sengaja mendudukan narasumber-narasumber tersebut dalam satu podium. Ketua Umum IAAI Indonesia ini meminta para narasumber untuk berbicara mengenai Takwil, metode penjelasan makna kandungan Al-Qur’an. Perbedaan pandangan terkait hal tersebut sangat tampak pada saat masing-masing narasumber menyampaikan pendapatnya, terlebih antara Syaikh Saleh (Saudi Arabia) dan Prof. Sayed (Iran). Selain itu, dengan didudukannya mereka dalam satu panggung dapat dibaca bahwa MQS sebenarnya menyampaikan pesan kepada umat Islam di Indonesia khususnya, dan di seluruh dunia bahwa perbedaan pandangan adalah suatu yang indah jika dikemas dalam wadah yang baik.
Berbeda dengan tema sebelumnya, tema yang diangkat pada sesi kedua mengangkat tema perkembangan tafsir Qur’an di nusantara. Bertindak selaku narasumber pada sesi ini Dr. Hannan Hasan (MUIS Singapore), Dr. Mustaffa Abdullah (Malaysia), dan Prof. Dr. Faisal Bakti (UIN Jakarta). Meski masing-masing pembicara membawakan substansi tentang perkembangan tafsir di negaranya masing-masing, akan tetapi metoda penafsiran MQS dan produk Tafsir Misbah yang ia tulis menjadi topik sentris pada sesi tersebut. Sanjungan dan pujian atas kiprah MQS dalam khazanah keilmuan Islam di nusantara bertubi-tubi diucapkan oleh para pembicara. Menanggapi hal tersebut, pada keynote speaker di penghujung seminar, MQS menyangkal semua pujian dan sanjungan yang dilontarkan kepada dirinya. MQS menganggap sanjungan dan pujian sebagai doa, sehingga ia dapat meningkatkan kualitas dirinya.Sumber: waag-azhar.or.id
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!